Selasa, 06 Oktober 2009

Beberapa Pemikiran Politik

Perang Jilid II, SBY Pro Aburizal Vs JK Pro Surya, Siapa Lagi Kecewa?
Oleh arifandigadjong - 28 September 2009 - Dibaca 1223 Kali -

Perhelatan Munas Golkar akan berlangsung tidak lama lagi, sehingga wajar jika dikatakan bahwa suhu politik menjadi kian panas, barbagai trik politik ramai dibincangkan di berbagai media massa, baik oleh elite internal Golkar sendiri, maupun eksternal yang punya kepentingan dengan Golkar ke depan. Malah salah satu elite Golkar, kebetulan teman di fb selalu mengisi dinding fb-nya dengan pesan Munas. Menurut saya, Munas Golkar ini menjadi penting, khususnya dalam kaitan dengan asumsi ikut mainnya SBY di arena munas dan reaksi JK terhadap kondisi itu, baik perspektif antisipasi taktis tertutup, posisi bargaining untuk sharing power ataukah muncul sikap perang terbuka yang akan menutup pintu kepentingan SBY di Golkar.

Memanasnya suhu politik menjelang Munas ini, selain karena pengaruh SBY vs JK, juga ada beberapa faktor lain yang tak kalah pentingnya, yaitu figur luar Golkar yang mau jadi kandidat presiden nanti, politisi/professional di luar Golkar yang punya kepentingan dengan Pemerintah khususnya menyangkut KIB kedua, elite Golkar sendiri yang punya target politik besar ke depan. Factor lain ini akan ikut mempengaruhi naiknya suhu politik menjelang Munas, apakah nanti mereka melebur dengan pilihan pro SBY atau pro JK, ataukah mereka menggerakkan scenario sendiri dengan deal tertutup terhadap figure yang bertarung.

Menurut saya, SBY akan ikut main di Munas Golkar, malah full team, karena kepentingan politiknya besar, antara lain mengamankan Parlemen, penyusunan KIB kedua, peluang oposisi, pilpres ke depan. SBY menyadari Golkar adalah partai yang punya SDM-manusia dan modal yang handal, pengalaman politik paling matang, jaringan birokrasi yang mapan, termasuk pada akses politik internasional yang baik. Semua ini mengharuskan SBY untuk mengamankan kepentingannya di Golkar, nah di munas inilah moment paling pas. Sebagai pemain besar, tentunya SBY mempersiapkan figure yang paling bisa dikendalikan, dalam pengertian mengendalikan orang untuk mengamankan struktur. Diantara sekian banyak figure yang masuk bursa, Aburizal Bakrie inilah yang paling layak dipertaruhkan secara politik untuk menjaga kepentingan SBY di Golkar.

Ada beberapa faktor hingga SBY dikatakan memback up Aburizal atau pandangan sebaliknya kenapa Aburizal mencantol ke SBY? Penyakit umum partai, khususnya kelihatan sekali waktu pilpres lalu adalah partai besar mengalami perpecahan internal, sehingga muncullah kubu-kubu dalam partai. Di internal Golkar, sudah jadi rahasia umum, bahwa terbagi dalam dua kubu besar, yaitu antara JK dan AT. Rahasia umum juga bahwa waktu pilpres lalu, AT membawa gerbong Golkarnya ke SBY termasuk Aburizal, sedangkan kubu satunya berjuang untuk menangkan JK. Personal garansi AT inilah yang merekatkan Aburizal ke SBY. Pada sisi lain, SBY melihat kinerja Aburizal selama KIB satu tidak ada masalah, sedangkan Aburizal dengan berbagai pertimbangan pastinya tetap berharap masuk dalam KIB kedua. Malahan untuk target lebih besar Aburizal bersiap juga jadi pimpinan nasional pasca SBY yang bisa paket dengan partai besutan SBY.

Aburizal ini, tantangan terbesarnya adalah kendala isu yang muncul dari masalah LAPINDO. Karena tidak bisa dipungkiri, bahwa masalah LAPINDO ini akan terus menghujani pada diri Aburizal, di mana kemudian akan dikaitkan dengan Golkar. Jadi, pertanyaannya sanggupkah Aburizal mengemas isu besar lainnya sebagai penyeimbang isu yang bisa menutupi blundernya isu LAPINDO ini? Tentunya tidak mudah

JK sebagai pimpinan Golkar, tentunya punya kepentingan untuk mengantarkan partainya tetap eksis dan jadi kiblat para politisi. JK sebagai politisi, tentunya berharap bahwa Munas akan menetapkan figur dari kubunya sebagai pemenang. Jika kubu JK yang menang, maka tetap akan punya andil besar untuk menentukan arah politik nasional ke depan, menegosiakan kepentingannya dan partai kepada pemerintah yang berkuasa, menentukan figur yang akan bertarung dalam pilpres ke depan, dan sangat mempengaruhi arah kebijakan partai. Secara manusiawi, sangat wajar jika JK menginginkan semua itu, apalagi dengan posisinya sebagai ketua umum. Sudah rahasia umum juga bahwa JK memainkan Surya Paloh untuk menang di Munas Golkar. Figur Surya inilah yang paling ngetol memperjuangkan JK menang dalam Pilpres kemarin. Dari dimensi populis dan tingkat penerimaan DPD-DPD Golkar, Surya inilah yang dalam hitungan politik bisa mengalahkan Aburizal.

Antara Aburizal dan Surya, keduanya sulit di prediksi siapa yang akan memenangkan pertarungan pada Munas Golkar nanti. Ada enam asumsi dasar bisa dijadikan rujukan dalam mempredikasi:
1. Dimensi Historis Partai Golkar
2. Dimensi Back up figur struktural
3. Dimensi penguasaan lapangan
4. Dimensi daya tarik figur kandidat
5. Dimensi Kandidat banyangan
6. Dimensi isu sentral yang digulirkan
7. Dimensi Cost politic

Dari ketujuh asumsi itu, hanya satu sampai tiga yang penting dibahas, termasuk juga kandidat banyangan, lainnya saya anggap relatif sama untuk kedua figur.

Partai Golkar seperti diketahui bersama, sekian lama berkuasa ataupun back up utama kekuasaan, khususnya pada jaman Suharto, sehingga elite-elite partai-baik di pusat maupun di daerah, terbiasa dengan kewenangan atau pembagian kekuasaan. Sewaktu SBY-JK kalahkan Wiranto-Wahid, maka roda kekuasaan partai Golkar cepat berputar dan tentu saja mengarah ke JK yang pada waktu itu berkuasa. Padahal JK waktu itu, dalam hal ini mengalahkan figur yang diusung oleh Partai Golkar, tetapi tetap saja diserahkan bulat-bulat. Nah, dari dimensi ini, menguntungkan bagi Aburizal yang dianggap dekat dengan kekuasaan ataupun minimal peluang besar dapatkan pembagian kekuasaan.

Back up figur structural relatif sama-sama kuat dan yang berbeda adalah ada yang mantan dan ada sementara menjabat. Pendekatan structural institusi partai, maka yang menjabatlah yang dianggap lebih punya pengaruh. JK sampai sekarang adalah ketua umum, sehingga diasumsikan lebih kuat pengaruhnya sampai ke DPD I dan II. Nah, dari dimensi ini, sangat menguntungkan Surya.

Dimensi penguasaan lapangan menurut saya bermakna dua hal, yaitu penguasaan arena Munas dan pengaruh ke DPD I dan DPD II. Di sini saya melihat juga relative sama saja. Tim yang satu menggunakan kewenangan structural untuk mengendalikan, sementara tim satunya menggiring masuk pada wilayah kekuasaan untuk merebutnya. Tradisi Munas seperti ini cenderung semua negosiasi di selesaikan di luar arena, baru kemudian masuk untuk ditetapkan.

Faktor masuknya Tommy dalam bursa calon di Munas Golkar, memang sedikit banyaknya memiliki pengaruh yang tidak bisa dianggap enteng, walaupun di sini saya menganggapnya hanya sebagai kandidat bayangan. Menurut saya, faktor yang mempengaruhi Tommy masuk dalam arena politik, yaitu mengamankan bisnisnya, menguji kehormatan politik keluarga cendana, dan entry point scenario politik jangka panjang bagi keluarga cendana. Tetapi untuk target menang pada Munas nanti, dari kaca mata politik saya melihatnya sangat berat dan saya juga yakin memang bukan menang target utama. Jadi opsi maju jadi calon bagi Tommy adalah membuat figur tertentu menang lewat perannya, yaitu menjadi pemecah suara di tingkat DPD-DPD khususnya untuk wilayah Jawa. Persoalan nanti Tommy arahkan kemana kumpulan pengaruhnya, ditentukan oleh negosiasi kepentingan dan siapa diantara Aburizal dan Surya yang bakal menang. Nilai jual dan pengaruh sampai Tommy masuk bursa dalam pandangan saya adalah nama besar pak Harto memang tetap kuat, Cost Politik yang berlimpah, dan pentolan structural di Partai Golkar yang ingin mempercepat regenerasi di tubuh partai.

Spirit kelompok muda di Golkar untuk percepatan regenerasi di tubuh Golkar sebenarnya sudah muncul sejak Paradigma Baru Golkar di gelindingkan. Dan sepertinya tambah kuat setelah dua kali beruntun kalah di pilpres. Ada dua pertanyaan besar yang selalu diarahkan kepada kelompok muda ini, yaitu pertama, sanggupkah kaum ini menjawab dengan dewasa tantangan politik zaman yang komprehensif, baik perkembangan situasi politik nasional maupun internasional? Kedua, sanggupkah kelompok muda ini, membuat dan menggerakkan grand design politik kebangkitan Golkar, baik jangka pendek maupun jangka panjang? Jawaban inilah yang ditunggu oleh elite-elite tua Golkar untuk bisa mengamini semangat muda ini.

Elite-elite Golkar yang masuk klaim kelompok tua, pada prinsipnya mengakui bahwa spirit kelompok muda Golkar, sebenarnya sangat dibutuhkan oleh partai untuk memberikan warna baru yang lebih dinamis dalam pengembangan partai. Pada sisi lain, banyak juga kelompok tua Golkar yang tidak rela kehilangan panggung politik, walaupun mereka sadari bahwa penontonnya sudah sepi. Tarik menarik kelompok tua dan muda di partai Golkar sudah kelihatan khususnya dua dekade terakhir.

Berbicara nama besar pak Harto saya punya cerita dari kampung waktu mudik di Kabupaten Bone-Sulsel. Orang-orang tua di kampung mencoba membedakan perasaan mereka terhadap pemimpinnya dengan mengatakan, bahwa mereka menyukai SBY karena KPK, mereka mencintai JK karena teman se kampung dan cepat tanggap serta taktis, dan mereka merindukan Suharto karena rasa aman.

Jadi dalam perang jilid II di Munas Golkar antara SBY dan JK ini, saya lihat peluang antara Surya dan Aburizal sangat ditentukan image yang ada pada masing-masing DPD I dan II, apakah pilihannya nanti pada pendekatan dimensi historis atau dimensi figure structural, dan ataukah karena rakyat rindu dengan rasa aman. Saya kadang juga berpikir, jangan-jangan elite-elite kelompok tua Golkar, karena desakan dan kesadaran pengembangan Golkar ke depan mempersilahkan kelompok muda lanjutkan estafet. Apalagi karena pilihan antara Aburizal dan Surya sama-sama punya resiko besar untuk kebangkitan partai Golkar.

Disadari atau tidak Perang Jilid II ini tentunya menghasilkan menang atau kalah, dan akan ada yang kecewa, semoga saja rasa kecewa ini bisa terbagi. Semoga bermamfaat

Salam Kompasiana

Share on Facebook

Tidak ada komentar:

Posting Komentar