Selasa, 06 Oktober 2009

Beberapa Pemikiran Politik

Pak SBY, Jangan Menunggu Amarah Rakyat!!!
Oleh arifandigadjong - 2 Oktober 2009 - Dibaca 1389 Kali -

Tulisan ini, merupakan kelanjutan tulisan saya, Pak SBY, Tolong Segera Pecat Kapolri!!!, dengan pandangan bahwa amarah rakyat akan terjadi, kalau sekiranya SBY tidak mengindahkan dua hal penting yang bisa dijadikan asumsi dasar politik dengan opsi pemecatan Kapolri. Mengapa, karena peluang SBY kehilangan kredibilitas rakyat sangatlah besar.

Menurut saya, hanya ada dua hal besar yang membuat SBY terpilih kembali sebagai Presiden RI, yaitu:

1. SBY berhasil menjaga kredibilitas pribadi dan pemerintahannya lewat kinerja KPK memberantas korupsi
2. SBY berhasil mengemas dirinya menurut tipikal kesantunan sebagai pemimpin

Selain dari itu,saya menganggap sebagai bumbu-bumbu kemenangan, ibarat masakan lainnya adalah penyedap rasa.

Amarah rakyat, selalu saja, apakah di Indonesia termasuk Negara-negara lain di dunia dengan berbagai latar belakang ideology yang dianutnya, yaitu dijadikannya pemuda/mahasiswa sebagai pion dalam menggelindingkan isu utama menjatuhkan kekuasaan.

Selain itu, adanya eksistensi kelompok kepentingan, baik berupa partai, kelompok agama dan lainnya, berusaha memicu, bahkan jadi sponsor/funding dari upaya penggulingan kekuasaan. Apakah kelompok kepentingan ini bergerak sendiri-sendiri atau bersama-sama dengan lainnya, atau bahkan bersama menyatu dengan pemuda/mahasiswa, sangat ditentukan oleh moment dan akses penggabungan jaringan.

Pada sisi lain, khususnya untuk kasus Indonesia, yang memudahkan terjadinya amarah rakyat, adalah karena baru saja terlaksananya Pilpres, sehingga mesin-mesin politik bisa lebih cepat dipanasi kembali, sekaligus efektivitasnya lebih factual. Termasuk pula, orang-orang yang telah memilihnya akan sangat mudah berubah menjadi lawan, bahkan lebih ekstrim, karena merasa kecewa ataupun dikhianati sebagai akibat dasarnya mereka memilih dianggap telah hilang.

Untuk memudahkan kita eksplorasi tentang peluang munculnya amarah rakyat yaitu dengan mendeteksi sebab-sebab utama kejatuhan dan naiknya pemimpin di Indonesia.

Mari kita bernostalgia sejenak dengan sejarah politik kepemimpinan di Indonesia. Di mana-mana sejarah selalu bermain pada puncak-puncak saja. Ibarat sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia, cenderung kita akan mengingat Pangeran Diponegoro, Cut Nyak Dien, Moh. Hatta dan lainnya, padahal perjuangan itu dilakukan oleh segenap rakyat Indonesia.

Presiden Soekarno lahir sebagai bentuk implementasi dari euphoria mendeka-agitatif, dan kemudian jatuh karena ideology-komunis. Kemudian diambil alih oleh Soeharto dengan juga ideology-nasionalis-pancasila. Soeharto bertahan sekian lama karena rasa aman, dan jatuh karena kesenjangan (gap) ekonomi-KKN, di mana dipicu oleh krisis ekonomi.

Gap ekonomi ini diobati sedikit demi sedikit, mulai zaman Habibie, Gus Dur dan Megawaty. Sumber utama gap ekonomi ini sudah di dapat sejak era Mega, yaitu Korupsi, dan wujud langkah antisipasi dengan lahirnya KPK. Sementara KPK ini mulai memperlihatkan atau memiliki kinerja bagus pada era kepemimpinan SBY, dan SBY berhasil mengemas trade mark pemerintahannya, yaitu clean government dengan KPK sebagai tameng.
Saya teringat dengan kampanye Pilpres kemarin, kebanyakan calon bermain pada bumbu, bukan pada apa yang mau dibumbui. Ada calon yang memperkuat isu utamanya lewat penyelesaian konflik atau diterjemahkan dengan rasa aman, padahal saya lihat isu tersebut tidak terlalu lagi diimpikan oleh rakyat, karena harapan rakyat atau obat yang diharapkan bukan itu lagi, saya bilang ini bukan zaman Soehato Bung. Adanya juga yang mengemas isu utamanya dengan jargon buruh dan petani, rakyat juga bukan di situ lagi impiannya, saya bilang ini bukan zaman Soekarno Bung. Nah, SBY dengan santun memasang bendera anti korupsi-KPK, rakyat pun berjubel masuk sampai 60% kan.

Nah, ketika tameng itu dibuka, SBY mau berlindung kemana? Pada tipikal kesantunan tidaklah cukup. Toh, tipikal itu tidak sanggup menjaga Soeharto dan Mega.
Secara nasional, masyarakat Indonesia belum berada pada fase pergeseran isu besar, yaitu pemberantasn korupsi sebagai masalah krusial bangsa yang berhubungan dengan impian kemakmurannya. Justru lebih jauh saya menakar, pergeseran itu belum tentu dibutuhkan masyarakat Indonesia sampai pasca SBY di periode kedua. Apalagi pilpres baru saja berlangsung dengan modal besar isu korupsi, artinya dalam memory impian masyarakat masih sama dengan waktu mereka memilih di pilpres. Sehingga saya berpikir, bahwa seandainya Antazari, mantan Pimpinan KPK, tidak memiliki masalah hukum sekarang ini, maka sangat muda diterima masyarakat Indonesia kelak, jika jadi kandidat presiden. Karena lebih teruji pemihakannya pada isu pemberantasan korupsi.

Jadi, waktu era Soekarno, amarah rakyat datang karena ideology, dan era Soeharto amarah rakyat datang karena gap ekonomi, maka era SBY amarah rakyat akan datang karena penawar gap ekonomi yaitu Korupsi-KPK yang dianggap hilang.

Untuk bisa menghindari amarah rakyat, SBY harus kembali memasang tamengnya, yaitu pemberantasan korupsi lewat KPK. Namun semua ini kembali kepada SBY itu sendiri. Lebih baik mencegah daripada mengobati. Jika Rakyat terlanjur marah, obatnya hanya satu, turun…sekali lagi lengser.

Semoga bermamfaat

Salam kompasiana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar